Berbagi menjadi keterampilan yang harus diajarkan pada anak agar mampu membangun hubungan baik dengan pihak lain atau lingkungannya. Namanya anak kecil biasanya punya ego tinggi, tapi asal tahu caranya sebenarnya anak dapat diajarkan untuk berlapang dada, tidak rakus, serta mau berbagi kepada sesama.
Para ahli menjelaskan bahwa ‘keterampilan’ berbagi perlu dimiliki oleh anak sejak kecil, keterampilan ini membantu anak agar lebih mudah dalam bersosialisasi di lingkungannya berada. Bertengkar berebut mainan adalah hal biasa yang terjadi di kalangan anak-anak.
Di usianya yang masih sangat muda, anak-anak memiliki ego yang tinggi terhadap apa yang dikuasainya. Anak merasa punya hak penuh pada suatu benda sehingga tidak ingin menyerahkannya pada orang lain. Padahal, untuk menjalin hubungan yang baik dengan teman sebayanya, anak perlu berbagi. Jangan sampai kepribadian buruk terbawa hingga dewasa, anak perlu mendapatkan bimbingan dari orangtua.
Ajarkan anak untuk berbagi tapi harus di usia yang tepat, ini karena BERBAGI merupakan bagian dari rasa empati. Empati adalah kemampuan untuk menerka perasaan orang lain atau merasakan sesuatu dari sudut pandang orang lain. Jika anak masih berusia 2 tahun, dia belum mengembangkan rasa empati, sehingga mengajarkan anak untuk berbagi tidak boleh dilakukan terburu-buru (tanpa mempertimbangkan usia).
Jika terburu-buru atau terlalu dini mengajarkan anak untuk berbagi, dampaknya anak bisa menjadi frustasi. Hal ini nantinya bisa memperburuk hubungan Anda dengan si kecil. Usia ideal untuk mulai mengajari anak berbagi yaitu usia 3 atau 4 tahun. Pada usia ini anak sudah mulai banyak bermain dan bekerja sama dengan teman sebayanya.
Orangtua tidak perlu kaget saat awal-awal mengajarkan anak untuk berbagi ternyata dia egois, terlihat dari sikap anak yang sangat mengutamakan keinginannya. Terkadang anak terlihat sangat marah atau kecewa saat harus berbagi mainan dengan temannya. Butuh proses untuk mengenalkan INDAHNYA BERBAGI pada anak.
Jadi contoh yang baik untuk anak, anak kecil belajar banyak hal dari orang-orang di sekelilingnya, terutama dari orangtuanya. Jika orangtua punya sifat pelit, maka anak pun akan punya sifat pelit juga. Hal itu karena anak adalah cermin dari orangtuanya, anak biasanya bakal meniru karakter-karakter yang dimiliki orangtuanya.
Ajaklah anak mengobrol
Lakukan obrolan yang dapat merangsang ‘rasa untuk berbagi’ di dalam diri anak. Misalnya: “Kue ini keliatannya enak, boleh Bunda minta sedikit?” Obrolan seperti ini dapat merangsang rasa berbaginya.
Memberi pujian
Pastikan orangtua untuk memberikan apresiasi atau pujian saat anak mau berbagi sesuatu, sehingga anak bakal termotivasi untuk melakukannya lagi. Selain itu, anak bakal menyadari bahwa orangtuanya suka jika dia mau berbagi.
Usahakan anak memiliki teman-teman yang suka berbagi juga
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa anak mencontoh lingkungannya. Nah, jika anak dikelilingi oleh orang-orang yang suka berbagi maka anak pun cenderung punya sifat mau berbagi, serta lebih terhindar dari resiko punya sifat pelit.
Jangan Memaksa Anak
Mengajarkan mau berbagi memang sangat bagus dan penting untuk kehidupan anak, tapi hindari yang namanya tindakan pemaksaan yang menyebabkan anak tertekan. Anda tetap perlu menghargai kemauan anak, jadi saat anak memang tidak mau meminjamkan barang miliknya maka jangan paksa anak untuk melakukannya, hal itu karena akan membuat anak trauma.
Rasa trauma akan memicu anak jadi defensif, sehingga anak cenderung mengembangkan sifat pelit dalam dirinya. Jadi jangan terburu-buru untuk memaksa anak secara keras. Biasanya setelah rasa empati anak semakin berkembang, anak akan mulai bermurah hati mau meminjamkan mainan atau barang miliknya.
Lebih baik saat anak tidak mau berbagi, tanyakan alasannya. Saat anak bertengkar memperebutkan mainan maka lerai sebelum situasi semakin rumit. Kedua belah pihak mungkin akan menjelaskan kronologi kejadian dari sudut pandang mereka masing-masing. Anda hanya perlu memberikan respon yang membuat anak yakin bahwa Anda memahami perasaannya, jadi tidak perlu berat sebelah.
Jika anak begitu keras tidak mau berbagi mainan, Anda bisa tanyakan alasannya, mungkin saja anak tidak mau meminjamkan mainannya karena mainan tersebut terasa spesial atau pemberian orang terdekat (misalnya nenek). Agar anak mau berbagi maka kembangkan rasa empati anak.
Agar empati anak berkembang maka orangtua harus memahami perasaan anak. Anak-anak yang perasaannya dipahami dan dihargai oleh orangtuanya biasanya mengembangkan EQ (kecerdasan emosional) dan empati yang tinggi.
Dengan begitu, memahami perasaan anak merupakan bagian dari proses mengajarkan anak untuk mau berbagai.
Ciptakan lingkungan yang mendukung, kondisikan anak di lingkungan senang berbagi.
Saat anak bermain dengan teman-temannya, Anda bisa membawa beberapa mainan, ajaklah anak-anak lain untuk ikut bermain. Manfaat bermain bersama sangatlah penting untuk proses tumbuh-kembang anak yang optimal.
Bermain bersama mendorong anak untuk berinteraksi dengan anak-anak seusianya, hal ini mengasah kemampuan anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Setelah itu, lama-kelamaan sikap berbagi akan muncul seiring interaksi dalam bermain bersama. Perhatikan karakter teman anak Anda, usahakan pilihkan anak teman yang punya sifat dermawan atau suka berbagi, hal ini karena sifat suka berbagi itu menular.
Sebaliknya, jika anak berada di lingkungan orang-orang yang punya karakter pelit, anak pun bakal menjadi seorang yang pelit sehingga susah sekali untuk mau berbagi. Kalau bisa sesekali ikut serta ketika anak bermain bersama teman-temannya, hal itu karena anak biasanya bersikap lebih baik saat ada orang dewasa yang mendampingi, selain itu orang dewasa sangat diperlukan sebagai mediator saat terjadi perselisihan diantara anak-anak.
Hal lainnya, orang dewasa bisa mendorong anak-anak untuk saling bertukar mainan diantara sesama mereka, dengan begitu sikap berbagi akan tumbuh.
Membentuk Karakter Anak Butuh Proses
Agar anak punya karakter untuk mau berbagi, orangtua perlu mengenalkan kegiatan berbagi pada anak sejak dini, pembiasaan sejak dini akan lebih mudah melekat dalam diri anak. Khususnya peran ibu sangat besar dalam membentuk sifat dan prilaku anak, karena ibu biasanya memiliki kedekatan emosi yang lebih besar dengan anak, disamping juga ibu lebih dekat dan punya waktu lebih banyak untuk bersama anak.
Yang perlu dilakukan adalah memberi contoh positif kepada anak, karena anak adalah peniru ulung. Dengan perilaku ini dikenalkan secara terus-menerus sejak dini, hal ini akan melekat kuat dalam sanubari anak dan lama-kelamaan menjadi kebiasaan. Melalui proses seperti inilah akhirnya terbentuk menjadi karakter.
Memberi juga tidak selalu berupa materi
Berbagi juga bisa diberikan dalam bentuk senyuman, perhatian, bantuan, waktu, keramahan dan lain sebagainya. Usia yang tepat untuk mulai mengajarkan anak untuk berbagi yaitu usia 3-4 tahun. Hal itu karena sebelum usia tersebut, anak masih egosentris sehingga belum siap dengan konsep berbagi.
Peran orangtua yaitu sebatas memberi contoh baik, bukan mengambil alih keputusan anak untuk berbagi, dengan kata lain hindari memaksa anak. Biarkan anak menentukan sendiri bagaimana ia harus berbagi, beri juga kesempatan pada anak untuk tidak berbagi. Hal itu karena anak tidak harus selalu berbagi.
Pastikan orangtua memberikan apresiasi saat anak mau berbagi, misalnya dengan memberi pujian, senyuman, pelukan, ciuman, dll. Sangat disarankan untuk mengadakan ‘program berbagi’ yaitu misalnya mengajak anak berkunjung ke panti asuhan lalu berbagi terhadap anak-anak yang kurang beruntung. Anak bisa diajak untuk membagikan makanan dan minuman, misalnya susu kotak dan lain lain.
Manfaat Berbagi untuk Masa Depan Anak.
Para ahli menjelaskan bahwa saat kita melihat orang yang kita bantu itu merasa senang dengan bantuan yang kita berikan, ada kebahagiaan yang sempurna yang kita rasakan. Banyak manfaat lain yang anak dapatkan dengan kebiasaan berbagi, diantaranya anak menjadi terbiasa bersosialisasi dengan orang lain, anak cenderung lebih mudah untuk bergaul, anak lebih percaya diri, dan menciptakan ketenangan dalam diri anak, dan lain lain.
Penelitian menunjukan bahwa kebiasaan suka berbagi akan menghasilkan hormon endorfin. Hormon endorfin sering disebut dengan hormon kebahagiaan, hormon ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan sistem imun tubuh dan kualitas tidur.
Dengan mengajarkan berbagi, anak mulai belajar bahwa ia adalah makhluk sosial yang keberadaannya juga membutuhkan orang lain. Orang lain membutuhkannya dan suatu saat ia pun akan membutuhkan orang lain.
Perilaku berbagi juga bermanfaat untuk mengasah kecerdasan emosional (EQ) anak. Kesuksesan karir seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan emosional. Orang-orang dengan EQ rendah biasanya cenderung kesulitan dalam karir pekerjaannya.