Mengenal Legalitas Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sebelum membeli properti, hal yang harus Anda perhatikan pertama-tama adalah jenis surat untuk menentukan legalitas properti yang akan Anda beli. Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 16 mencatat bahwa hak atas tanah bisa dibedakan menjadi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak membuka tanah, dan hak lain yang ditetapkan dengan undang-undang.
Untuk Anda yang berencana memiliki rumah sendiri, Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan hal paling penting yang harus diurus. Mengapa? Karena SHM ini merupakan jenis sertifikat dengan kepemilikan hak penuh atas lahan atau tanah oleh pemegang sertifikat tersebut.
Ini jadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah tersebut, karena tidak ada lagi campur tangan dan kepemilikan dari pihak lain. Menurut UUPA Pasal 20, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
Jika Anda sudah punya Sertifikat Hak Milik, Anda punya wewenang untuk menggunakan properti Anda untuk segala macam keperluan dengan jangka waktu yang tak terbatas, dan tentunya bisa dilanjutkan oleh Anak cucu Anda.
Sertifikat Hak Milik (SHM) ini juga merupakan jenis surat tanah tertinggi dan paling kuat dimata hukum. Seperti namanya, pengertian SHM merupakan dokumen yang menunjukkan bukti kepemilikan yang sah dan valid atas sebidang tanah.
Pemilik sertifikat hak milik tanah dan bangunan ini memiliki hak penuh untuk mengelola, serta memanfaatkan tanah sesuai yang diinginkan. Jika sewaktu-waktu terjadi sengketa, maka pemilik SHM tanah yang paling berhak atas lahan tersebut.
Cara Mengurus atau Membuat SHM
Keputusan Menteri Agraria/ Kepala BPN No. 6 Tahun 1998 mencatat bahwa Anda harus mempersiapkan sertifikat kepemilikan asli, kartu keluarga, ijazah, STNK, dan SIM. Siapkan juga fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), fotokopi identitas diri, fotokopi surat bukti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terakhir, dan surat pernyataan untuk pengubahan status sertifikat kepada kepala kantor pertanahan setempat.
Sementara jika Anda ingin mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk tanah yang berasal dari warisan, Anda harus menambahkan dokumen seperti akta jual beli tanah, fotokopi Kartu Keluarga dan KTP, fotokopi girik serta Surat Keterangan Tidak Sengketa, Surat Keterangan Riwayat Tanah, dan Surat Keterangan Tanah secara Sporadik yang diperoleh dari kelurahan.
Setelah itu, Anda harus membayar biaya kepengurusan surat sesuai tarif peningkatan ke SHM tergantung Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Biaya ini nantinya bisa Anad bayar ke kantor BPN Setempat.
Demikian informasi tentang Sertifikat Hak Milik (SHM) yang mudah-mudahan bisa menjadi referensi bagi Anda untuk mengenal legalitas properti secara lebih detail. Mudah-mudahan penjelasan tentang Sertifikat Hak Milik (SHM) diatas bisa bermanfaat untuk semua.